Prospek Cerah Budidaya Ikan Lele
Indonesia dengan lautan yang besar menjadikan perikanan sebagai salah satu subsektor kegiatan pertanian yang memiliki potensi besar. Hasil dari subsektor perikanan dan kelautan di Indonesia tidak hanya diperoleh dari air laut dan tambak, tetapi juga dari daratan yang lebih dikenal dengan perikanan air tawar. Masing-masing subsektor perikanan tersebut memberikan kontribusi ikan yang besar bagi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
Sebagai salah satu sumber daya alam yang sangat digemari, ikan memberikan nilai ekonomis yang lebih terhadap kehidupan masyarakat. Ikan juga memiliki banyak kandungan gizi yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
Harganya yang terjangkau menjadikan ikan sebagai salah satu produk pangan yang paling dicari. Selain itu, masyarakat mulai menyadari bahwa produk perikanan pada dasarnya lebih aman untuk dikonsumsi dibandingkan dengan produk hewan ternak darat.
Produk hewan darat, selain memiliki kandungan kolestrol yang tinggi, hewan darat juga rentan menyebabkan penyakit bagi manusia, seperti antraks, flu burung dan lain sebagainya.
Salah satu jenis ikan yang umumnya dibudidayakan di Indonesia adalah lele. Lele banyak dipilih sebagai komoditas budidaya perikanan karena selain mudah dalam penangannya, juga karena memiliki nilai ekonomis tinggi.
Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009 lalu menetapkan ikan lele sebagai salah satu komuditas air tawar unggulan di Indonesia. Tingginya angka konsumsi dalam negeri dan terbukanya pangsa pasar eksor, memastikan lele menjadi penyumbang devisa negara yang sangat menjanjikan.
Lele juga merupakan salah satu jenis ikan yang dapat hidup dalam kolam dengan kepadatan tinggi dan memiliki tingkat konversi pakan menjadi bobot tubuh yang baik. Dengan sifat tersebut, budidaya lele dapat menjadi satu usaha budidaya dengan prospek yang menjanjikan jika dilakukan dengan intensif.
Terdapat dua segmen usaha dalam budidaya lele, yaitu segmen pembenihan dan juga segmen pembesaran. Segmen pembenihan lele bertujuan untuk menghasilkan benih lele, sedangkan segmen pembesaran lele bertujuan untuk menghasilkan lele siap konsumsi.
Budidaya lele dapat dilakukan pada semua jenis kolam, baik kolam tanah, kolam beton, kolam terpal maupun kolam yang menggunakan media lain dengan menggunakan air yang berasal dari berbagai sumber, seperti air sumur, aliran sungai/irigasi, atau bahkan air hujan yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga dapat dipakai.
Pada dasarnya terdapat banyak jenis ikan lele, akan tetapi tidak semua jenis cocok dikembangkan untuk tujuan budidaya. Hanya beberapa jenis lele yang dapat dibudidayakan sebagai komuditas konsumsi. Jenis-jenis ikan lele yang dibudidayakan umumnya memiliki sifat unggul seperti pertumbuhan yang cepat dan memiliki ketahanan yang baik terhadap penyakit.
Selain itu, lele budidaya juga harus dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang memiliki kepadatan tinggi dengan kondisi air yang minim.
Kenapa Harus Budidaya Lele?
Budidaya lele telah lama dikembangkan di Indonesia. Para pembudidaya tertarik untuk budidaya lele karena beberapa faktor, antara lain teknologi budidaya yang sederhana, kepadatan peneraban yang tinggi, dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas, pertumbuhannya cepat serta nilai ekonomis hasil yang cukup tinggi.
Berikut adalah beberapa kelebihan budidaya lele:
1. Teknik Budidaya yang Sederhana
Memelihara lele dari periode pembenihan hingga masa panen memerlukan waktu yang cepat dan dengan teknik yang cukup sederhana. Pengelolaannya mudah dilakukan dan tidak membutuhkan suatu teknologi yang mutakhir.
Teknik dalam budidaya lele adalah kecermatan, telaten dan ketekunan. Kecermatan dalam hal ini adalah kejelian dalam memerhatikan setiap perubahan kondisi perairan dalam kolam dan juga kondisi ikan yang diperlihara.
Telaten dalam menghadapi setiap kendala dalam usaha budidaya lele, dan tekun dalam melakukan setiap kegiatan yang memacu berkembangnya usaha.
2. Modal yang Terjangkau
Budi daya lele dapat dilakukan oleh setiap orang dengan modal yang relatif sedikit, sehingga dapat dilakukan dalam skala rumah tangga. Hasil dari budidaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam, di antaranya adalah ikan lele dapat dikonsumsi sendiri untuk memenuhi gizi keluarga, atau dijual sebagai pendapatan tambahan, sehingga mendorong keluarga memiliki perekonomian yang lebih baik.
3. Tidak Memerlukan Lahan yang Luas
Budidaya lele dapat memanfaatkan lahan kritis yang tidak bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, karena lele dapat hidup pada perairan yang minim dan kualitas air yang kurang baik, bahkan minim oksigen. Hal ini karena lele memiliki alat bantu pernapasan berupa arborscent yang memungkinkan lele dapat mengambil oksigen langsung dari udara terbuka.
Pada lahan sempit dan terbatas, budidaya lele juga masih sangat mungkin untuk dilakukan. Selain karena dapat dimaksimalkan dengan kepadatan tinggi, kolam budidaya lele pun dapat dibuat dengan berbagai media dan disesuaikan dengan kondisi di mana kolam tersebut dibuat.
4. Aspek sosial
Komoditas hasil budidaya lele dapat diterima oleh masyarakat luas dari berbagai lapisan masyarakat. Beberapa tahun terakhir, permintaan ikan lele pun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tidak jarang petani lele kesulitan dalam memenuhi jumlah permintaan pasar.
Jika dulu lele dipandang sebagai ikan yang tidak memiliki nilai ekonomi dan hanya dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah. Saat ini konsumsi lele semakin meluas dan mulai merambah kalangan menengah atas. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya restoran yang menjadikan lele sebagai “brand” sekaligus menu andalannya.
Mengenal Ikan Lele
Lele (Clarias sp) merupakan salah satu jenis ikan perairan tawar yang termasuk dalam ordo siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang rawan. Ciri utamanya adalah memiliki tubuh yang licin dan bentuk pipih memanjang. Selain itu, terdapat sungut yang menyebul dari daerah sekitar mulutnya. Warna tubuh lele, yaitu cokelat terang hingga gelap, bahkan ada juga yang berwarna hitam.
Di Indonesia, lele memiliki beberapa nama daerah, antara lain ikan kalang (Padang), ikan maut (Aceh, Gayo), ika pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makassar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindhi (Jawa).
Sedangkan di negara lain lele dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), keli (Malaysia), gura magura (Srilanka), ca tre trang (Jepang) dan catfish, siloroid, mudfihs atau walking catfish (Inggris). Nama ilmiah lele adalah “Clarias” yang berasal dari bahasa Yunani “Chlaros” yang berarti “kuat dan lincah.”
1.Morfologi Lele
Secara morfologi, ikan-ikan yang termasuk dalam genus lele dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang dan licin. Ikan lele memiliki sirip punggung (dorsalfin) serta sirip anus berukuran panjang yang hampir menyatu dengan ekor atau sirip ekor.
Kepala ikan lele memiliki tulang yang keras pada bagian atas, memiliki mulut yang ujungnya moncong dan melebar, serta memiliki mata dengan ukuran yang kecil.
Dari sekitar mulut menyembul empat pasang sungut yang berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan makanannya. Lele memiliki alat pernapasan tambahan. Alat ini yang dinamakan abrorescent yang merupakan organ pernapasan yang berasal dari busur insang yang telah mengalami modifikasi.
Pada kedua sirip bagian samping, terdapat sepasang duri (patil) berupa tulang berbentuk duri yang tajam, dan beberapa spesies duri patil ini mengandung racun ringan. Setidakya terdapat 8 famili ikan lele yang bersifat hypogea (hidup di dasar tanah), dengan 3 famili di antaranya bersifat troglobitik (Hidup di dalam goa-goa di dalam tanah). Sebagai contoh lele Phreatobius cisternarum yang diketahui hidup di bawah tanah pada habitat freatik.
Beberapa spesies lele dari famili ariidae dan platosidae, serta sebagian kecil spesies lele dari aspredinidae dan bagridae ditemukan hidup di perairan asin. Habitat lele umumnya berupa sungai-sungai berarus pelan, rawa-rawa, danau, waduk hingga sawah dengan genangan air. Keistimewaan lele antara lain karena dapat bertahan hidup pada air yang relatif kotor dan tercemar, seperti selokan-selokan dan saluran pembuangan.
2. Karakteristik Lele
Untuk membudidayakan lele, pembudidaya harus memahami kebiasaan-kebiasaan lele. Hal ini dimaksudkan agar tujuan budidaya baik pembenihan maupun pembesaran dapat tercapai dengan optimal. Selain itu, pengetahuan pembudidaya lele sangat berperan dalam mengurangi risiko kematian ataupun mengefisiensikan pemberian pakan.
Lele hampir dapat ditemukan pada semua perairan air tawar. Misalnya, sungai, perairan tenang, danau, waduk, bahkan persawahan. Lele termasuk ikan nokturnal yang aktif bergerak mencari makan pada malam hari, sedangkan pada siang hari lebih senang bersembunyi pada tempat-tempat yang gelap atau terlindung.
Lele cocok diperlihara di kolam tergenang karena ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut abrorescent. Organ ini merupakan membran berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah dan terletak di dalam ruangan udara bagian atas insang.
Sesekali ikan lele akan menyembul ke permukaan air untuk mengambil oksigen secara langsung dari udara. Disamping itu, lele juga relatif tahan terhdap pencemaran bahan organik.
Lele dapat memakan makanan busuk yang berasal dari limbah rumah tangga ataupun bangkai hewan. Sehingga pada usaha budidaya lele, umumnya dijumpai pembudidaya memberikan makanan berupa bangkai peternakan, seperti ayam atau burung puyuh yang telah dibakar terlebih dahulu.
Namun demikian, makanan alami lele adalah binatang renik seperti kutu air (Daphnia, Copepoda dan Cladocera), berbagai jenis cacing, siput, hingga larva jentik nyamuk.
Lele dapat hidup di daerah dataran rendah dan dataran tinggi hingga ketinggian 700 mdpl dengan suhu air 25-30 derajat celcius. Pada ketinggian di atas 700 mdpl, pertumbuhan ikan lele relatif lambat dan kurang baik.
Berdasarkan perkembangbiakannya, lele termasuk ikan yang bertelur substart, di mana induk jantan memiliki sifat mengasuh anak-anaknya. Sedangkan induk betina lebih banyak menghabiskan waktu di luar sarangnya. Lele berpijah pada musim hujan, jika gonad sudah matang, induk jantan dan induk betina akan berpasangan mencari lokasi yang aman untuk membuat sarang berupa lubang di bawah permukaan air dengan kedalaman kurang lebih 20 centimenter dengan diameter kurang lebih 25 centimeter.
Lubang tersebut umumnya dibuat di antara rerumputan yang tumbuh menjulur ke dalam air. Kemudian diantara telur-telur yang dikeluarkan akan menempel di antara rerumputan atau dasar lubang, bersamaan dengan waktunya induk jantan melepaskan spermanya sehingga terjadi pembuahan.
Telur yang telah dibuahi akan dijaga oleh induk jantan dengan mengipaskan badan maupun siripnya untuk menambah oksigen pada telur yang akan berdampak positif terhadap derajat penetasan telur.
3. Habitat Lele
Lingkungan hidup atau habitat lele adalah air tawar. Meskipun habitat terbaik untuk memelihara ikan lele adalah air sungai, air dari saluran irigasi, air tanah dari mata air, maupun air sumur, akan tetapi ikan lele juga relatif tahan terhadap kondisi lingkungan yang menurut ukuran kehidupan ikan kurang baik.
Sebagai contoh, ikan lele dapat hidup dengan baik pada penampungan air limbah rumah tangga maupun pada sawah dengan air yang hanya memiliki kedalaman 5 – 10 cm.
Lele juga dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap tingkat kepadatan tinggi, maupun pada kolam yang memiliki kadar oksigen rendah. Hal ini disebabkan karena lele memiliki alat pernapasan tambahan berupa labirin yang memungkinkan lele mengambil oksigen secara langsung dari udara untuk pernapasannya.
Lele dapat dipelihara di berbagai jenis kolam dengan kualitas air yang tidak terlalu baik. Air yang keruh masih dapat dimanfaatkan untuk memelihara ikan lele, selama tidak terkandung di dalamnya limbah ditergen, sabun, sampo atau bahan-bahan berbahaya lainnya seperti karbol atau kreolin.
4. Makanan Lele
Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang dikenal sebagai ikan rakus. Pada habitat alaminya, lele memangsa ikan-ikan kecil atau hewan lain yang memiliki ukuran lebih kecil dari tubuhnya. Makanan alaminya adalah plankton, serangga air, siput, keong, udang, ikan-ikan kecil, kepiting dan hewan-hewan kecil lainnya.
Lele memiliki kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam. Berdasarkan jenis pakanya, lele digolongkan sebagai ikan karnivora (pemakan daging). Karena sifat tersebut, pakan tambahan yang baik untuk lele adalah makanan yang banyak mengandung protein hewani. Jika makanan yang diberikan banyak mengandung protein nabati, pertumbuhan lele akan menjadi terhambat.
Karakteristik lele yang rakus membutuhkan penanganan yang baik, karena tidak jarang memicu terjadinya kanibalisme atau saling memakan sesama anggota ekosistem dalam satu kolam. Pemberian pakan yang kurang dari takaran akan mendorong lele berukuran lebih besar memakan lele yang lebih kecil.
Lele yang lebih sehat akan memakan lele yang kurang sehat. Proses semacam ini membuat jumlah populasi dalam satu kolam akan berkurang. Untuk mencegah munculnya sifat kanibal pada lele, pembudidaya dapat melakukan penebaran bening dengan ukuran yang relatif sama (seragam), manajemen pemberian pakan yang tepat serta sortir (grading) secara rutin.
Jenis-Jenis Ikan Lele
Tidak semua spesies ikan lele dari genus Clarias menjadi komoditas penting bagi usaha budi daya ikan. Di Indonesia, ada dua jenis ikan lele yang bernilai ekonomis, yaitu ikan lele lokal dan lele dumbo. Ikan lele lokal telah dikenal masyarakat Indonesia sejak lama, karena merupakan spesies endemic di Pulau Jawa. Untuk lebih jelasnya, berikut jenis-jenis ikan lele yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia.
1. Ikan Lele Lokal
Ikan lele lokal (Clarias Batracus) merupakan ikan asli atau endemik di Perairan Sunda. Selain Indonesia, tersebar pula di Afrika Utara, Asia Tenggara, India, Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Singapura dan Borneo. Ciri-ciri utama ikan lele lokal seperti kebanyakan ikan lele, yaitu berkumis, tidak bersisik dan tubuh licin.
Warna ikan lele lokal bervariasi, ada yang hitam, cokelat dan ada pula yang berwarna kuning. Lele lokal mempunyai sifat sama dengan ikan lele pada umumnya, yaitu noktrunal dan cenderung predator.
2. Ikan Lele Dumbo
Lele Dumbo (Clarias Gariepinus), merupakan jenis ikan lele yang paling banyak dibudidayakan. Lele dumbo memiliki tubuh yang relatif besar dan laju pertumbuhannya yang cepat. Lele dumbo memiliki patil yang pendek dan tumpul.
Ciri lain, yaitu sungutnya lebih panjang dibandingkan dengan lele lokal, tubuhnya berwarna cokelat kehitaman atau hijau kecokelatan serta memiliki bercak-bercak kelabu di sekujur tubuh bagian atas.
3. Lele Sangkuriang
Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui persilangan antara lele dumbo betina generasi kedua dengan lele dumbo jantan generasi keenam. Dari perkawinan tersebut dihasilkan lele dumbo jantan F2-6. Selanjutnya, lele dumbo jantan F2-6 dikawinkan kembali dengan lele dumbo F2. Akhirnya diperoleh lele sangkuriang.
Perbaikan genetik melalui cross breending tersebut merupakan hasil rekayasa dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Kemunculan lele sangkuriang dilatarbelakangi kualitas benih lele dumbo yang cenderung semakin menurun. Namun, benih yang diperoleh dari hasil pemijahan induk lele sangkuriang tidak direkomendasikan untuk dijadikan indukan kembali, tetapi hanya dapat digunakan untuk produksi lele konsumsi.
Prospek Bisnis Pembesaran Lele
Permintaan yang semakin meningkat karena maraknya pedagang kaki lima yang menyuguhkan hidangan lele sebagai hidangan utama menjadikan bisnis pembesaran lele tidak pernah surut. Para pembudidaya dapat memproduksi lebih banyak lagi tanpa harus ragu dengan pasar.
Sejumlah pembudidaya bahkan menyampaikan bahwa berapa pun produksi lele, pasar mampu menyerapnya dengan cepat. Apalagi saat ini, lele tidak hanya dikonsumsi dalam keadaan segar, tetapi sudah marak produk olahannya, seperti lele asap, abon, kerupuk, dan tepung lele.
Ada banyak alasan mengapa bisnis lele tidak pernah surut, terutama bisnis pembesaran. Namun, dari sekian banyak alasan tersebut, minimal ada lima hal yang menjadikan banyak orang terjun dalam bisnis budidaya lele, mulai dari yang sekadar usaha sampingan, investasi masa depan, hingga sebagai sumber pendapatan utama keluarga.
1. Permintaan yang Tinggi
Permintaan lele cukup tinggi dan cenderung terus meningkat. Hal ini sangat wajar karena lele adalah bahan makanan yang setiap hari dikonsumsi. Hampir di setiap sudut kota, mulai dari kota besar sampai kota kecil, sangat mudah ditemukan warung-warung penjual lele.
Kebutuhan lele di daerah Jabodetabek misalnya, tidak kurang dari 40 ton sehari. Itu pun masih harus didatangkan dari luar daerah. Sementara di derah Yogyakarta dan sekitarnya berkisar 8- 10 ton perhari.
2. Mudah Diusahakan
Pembesaran lele sebenarnya tidak terlalu sulit diusahakan. Bahkan, bagi pemula pun bisa dengan cepat mempelajarinya. Kuncinya dalam pembesaran lele adalah penggunaan benih yang berkualitas, menjaga kualitas air pemeliharaan, dan pemberian pakan yang tepat.
3. Waktu Pemeliharaan Bisa Dipercepat
Untuk memanen hasil budi daya lele bisa diatur waktunya, tergantung ukuran benih yang ditebar dan intensitas pemeliharaan. Sebagai contoh, dengan menebar benih ukuran 7-9 cm, bisa dipanen dalam waktu kurang dari dua bulan, yaitu 50 hari.
4. Modal Kecil Untung Besar
Memulai usaha pembesaran lele tidak harus dengan modal besar. Menebar benih sekitar 5000 ekor, dibutuhkan modal awal sekitar 5-7 juta. Dengan waktu pemeliharaan sekitar 2 bulan, pembudidaya dapat memperoleh keuntungan sekitar 15% dari biaya yang dikeluarkan.
5. Bisa Diusahakan di Berbagai Wadah dan Lahan yang Sempit
Ikan lele bisa dipelihara diberbagai wadah, seperti tong, kolam taman, kolam tanah, kolam terpal, kolam tembok dan kolam jaring apung.
Memulai Usaha Pembesaran Lele
Banyak yang harus dipersiapkan sebelum memulai usaha, mulai dari aspek teknis sampai non teknis. Semua aspek tersebut harus dipersiapkan secara matang. Hal ini harus dilakukan untuk meminimalisir risiko kegagalan.
Berikit adalah 7 langkah praktis memulai pembesaran lele:
1. Tentukan Lokasi Usaha
Pemilihan lokasi untuk pembesaran lele sangat terkait dengan lahan. Lahan adalah tanah yang akan digunakan untuk membangun fasilitas produksi. Untuk menetapkan sebidang tanah sebagai lahan usaha, harus didasarkan pada beberapa pertimbangan pokok, yaitu syarat lahan, luas lahan, dan jenis tanah. Pertimbangan lainnya adalah izin usaha dan pola hidup masyarakat setempat.
Memilih lahan yang akan digunakan tidak hanya melihat dari harganya yang murah, tetapi harus disesuaikan dengan persyaratan hidup lele terutama jika wadah pemeliharaan yang dipakai adalah kolam tanah. Pemilihan lahan yang sesuai akan mendorong diterapkannya cara budidaya lele yang baik.
Selain itu, proses produksi juga dapat berjalan lancar sehingga produksi bisa mencapai hasil yang maksimal. Namun, untuk kolam terpal atau kolam tembok, penentuan jenis tanah tidak diperlukan karena pemeliharaan lele tidak bersentuhan langsung dengan tanah.
2. Pilih Jenis Kolam yang Akan Digunakan
Lele tentunya membutuhkan habitat untuk melangsungkan hidupnya. Wadah pembesaran yang umum digunakan oleh para peternak lele, yaitu kolam tanah, kolam semen (beton) dan kolam terpal. Masing-masing kolam mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kolam Tanah — Kolam tanah biasanya menjadi pilihan peternak untuk membudidayakan lele. Kolam tanah banyak ditemui di daerah yang mudah mendapatkan air. Pada dasarnya, lele senang hidup dalam keadaan air yang agak tenang dengan kedalaman yang cukup sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin oksigen terlarut.
Kolam tanah banyak dipilih karena memelihara lele di kolam tanah cepat besar karena melimpahnya pakan alami di dalam kolam. Apalagi didukung dengan persiapan kolam yang matang. Bahkan, peternak dapat menghemat pakan sekitar 5-10 persen.
Kolam Terpal — Jika kolam terpal dibuat di atas permukaan tanah maka harus menggunakan kerangka untuk menahan volume air. Konstruksi kolam terpal yang berada di atas tanah menggunakan kerangka yang bisa terbuat dari bambu, pipa ledeng, dan batu bata.
Sedangkan kolam terpal yang berada di dalam tanah merupakan kolam tanah yang digali terlebih dahulu kemudian dilapisi dengan terpal di bagian dasar dan dindingnya. Sama seperti jenis kolam lainnya, kolam terpal juga dilengkapi dengan saluran pemasukan air dan saluran pengeluaran air untuk menjamin kualitas air, kuantitas, dan kontinuitas air.
3. Siapkan Air Pemeliharaan
Air yang berasal dari sumbernya tidak langsung digunakan untuk memelihara lele, tetapi perlu diberi perlakuan agar kualitasnya sesuai dengan yang diharapkan lele. Menyiapkan air tergantung dengan jenis kolam yang digunakan. Antara kolam tanah dengan kolam terpal atau kolam beton berbeda perlakuan penyediaan airnya.
4. Siapkan Sarana/ Peralatan usaha
Untuk memulai usaha pembesaran lele setidaknya ada beberapa peralatan usaha yang perlu Anda siapkan, antara lain:
Pompa air — jika menggunakan air tanah atau air sungai yang posisinya sejajar atau lebih rendah dari dasar kolam, dibutuhkan pompa untuk mengalirkan air ke kolam. Pompa juga bisa digunakan untuk menguras air kolam saat akan dilakukan pergantian air atau saat panen.
Serokan — dapat digunakan untuk membersihkan kolam dari kotoran yang mengapung atau mengambil lele yang mati atau sakit.
Jaring — digunakan saat panen dengan cara menjaring lele.
Ember — ember atau wadah besar digunakan sebagai penampungan sementara lele yang sudah dipanen.
Ember kecil — digunakan untuk menampung pakan atau tempat meramu obat atau probiotik.
5. Sediakan Tenaga Kerja
Tenaga kerja bisa berasal dari dalam, yaitu pemilik usaha dan anggota keluarga atau dari luar, yaitu bukan pemilik usaha, tetapi orang lain di luar anggota keluarga pemilik usaha tersebut. Untuk usaha bersekala kecil, di mana pekerjaanya masih sedikit, sebaiknya tenaga kerja bukan berasal dari luar, cukup dari pemilik usaha atau anggota keluarga.
Jumlah tenaga kerja tidak terlalu banyak karena tenaga kerja dari luar harus digaji. Namun, bila skala usaha sudah cukup besar, tenaga kerja dari luar mulai diperlukan.
Tenaga kerja atau pekerja adalah orang yang akan menjalankan kegiatan usaha. Terampil atau mampu melakukan kegiatan dengan baik menjadi persyaratan utama dari seorang pekerja. Syarat lainnya adalah jujur, tekun, kreatif, bertanggung jawab, dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan. Setiap pekerjaan harus ditempuh sesuai dengan keterampilan dan latar belakang keahliannya.
6. Sediakan Pakan yang Cukup
Penyediaan pakan sebaiknya dilakukan sebelum pemeliharaan berlangsung. Namun, jumlahnya tidak harus banyak, tetapi minimal bisa menutupi kebutuhan selama satu minggu. Biasanya pakan yang disediakan masih berupa pakan pelet terapung dengan ukuran sesuai bukaan mulut ikan.
Untuk jenis dan merek pakan yang dibeli sebaiknya disesuaikan dengan pakan yang diberikan oleh pembenihnya. Hal ini dimaksudkan agar benih tidak perlu mengalami adaptasi lagi dengan pakan dengan merek yang berbeda.
7. Sediakan Obat-Obatan dan Probiotik
Obat-obatan merupakan sarana produksi yang harus disiapkan sebelum proses produksi sebagai tindakan antisipatif karena penyakit terkadang bisa datang secara mendadak. Jika tidak segera ditanggulangi, akan berakibat fatal.
Untuk mengantisipasi keadaan darurat kerena wabah penyakit setidaknya harus menyediakan obat-obatan, naun tidak boleh bahan kimia, seperti formalin, metthylene blue, dan PK, cukup dengan menyediakan dedak dan ragi roti saja sebagai bahan untuk membuat pupuk higienis (PH). PH terbukti mampu mengobati berbagai macam penyakit lele, termasuk penyakit yang paling berat, yaitu penyakit borok.
Selain obat-obatan, ketersediaan probiotik sangat dianjurkan karena berfungsi untuk menjaga kualitas air kolam, menumbuhkan plankton sebagai makanan ikan dan menguraikan zat beracun (amoniak) sehingga dapat mengurangi protagen yang tumbuh dalam kolam.
Tahap Pembesaran Lele
Pemeliharaan lele dimulai sejak pengangkutan sampai lele siap panen. Pemeliharaan yang dilakukan secara intensif akan berkorelasi positif dengan hasil produksi yang dicapai. Oleh karena itu, hendaknya para pembudidaya memerhatikan bagian mana saja yang penting dalam pemeliharaan agar produksinya bisa optimal. Setidaknya ada 5 tahap pembesaran lele, yaitu;
1. Mendatangkan Benih
Benih lele yang sudah dibeli dari pembenihan ataupun pengumpul tentunya akan diangkut ke kolam pemeliharaan. Sebaiknya tempat pembelian benih tidak terlalu jauh dari kolam pemeliharaan. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup benih, cara pengakutan, dan biaya transportasi yang tinggi.
Jarak pengangkutan yang jauh akan menyebabkan biaya transportasi yang dikeluarkan tinggi dan begitu pun sebaliknya. Proses pengangkutan harus diperhatikan agar benih tidak banyak yang stres atau bahkan mengalami kematian. Oleh karena itu, diperlukan perlakukan khusus.
Saat pengakutan, hendaknya menerapkan prinsip 5 T, yaitu tepat jumlah, tepat wadah, tepat media, tepat waktu dan tepat penanganan.
Tepat Jumlah — kepadatan ikan saat pengangkutan harus benar-benar diperhatikan. Kekurangan padat tebar akan merugikan karena butuh biaya besar untuk setiap ekornya, begitu pun sebaliknya kelebihan padat tebar menyebabkan ikan kekurangan oksigen sehingga ikan bisa stress dan akhirnya mati.
Tepat Wadah — permukaan alat pengangkutan harus licin dan untuk menghindari permukaan tubuh ikan bersentuhan langsung dengan permukaan alat tersebut. Permukaan alat angkut yang kasar akan merusak bagian kulit dan menimbulkan kematian.
Tepat Media — air sebagai media hidup yang akan digunakan saat pengangkutan hendaknya berasal dari kolam ikan yang dipanen. Hal ini bertujuan menekan tingkat kematian ikan saat pengangkutan karena ikan stres.
Tepat Waktu — penentuan waktu yang tepat saat pengangkutan sangat menentukan tingkat kehidupan benih. Pengangkutan sebaiknya dilakukan sore atau malam hari saat suhu udara lebih rendah. Jauhnya jarak dan lamanya perjalanan juga harus dipertimbangkan.
Tepat Penanganan — ukuran ikan yang tidak seragam dalam pengakutan bisa menimbulkan kematian karena adanya persaingan dalam mendapatkan tempat dan oksigen. Selama pengangkutan, lakukan pengontrolan secara rutin. Jika kondisi kurang baik maka segera ganti air dengan air yang baru. Usahakan tabung oksigen selalu di bawah agar saat penggantian dengan air yang baru sudah tersedia.
2. Penebaran Benih
Penebaran benih merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam kegiatan awal pemeliharaan lele di kolam. Tidak sedikit pembudidaya yang melakukan kesalahan dalam menebar benih, baik cara maupun waktunya.
Waktu yang tepat untuk menebar benih adalah pagi hari (Pukul 08-00 – 09.00) atau sore hari (pukul 15.30-16.30). Diperkirakan pada waktu itu suhu air tidak terlalu panas (stabil). Benih yang sudah ditebar tidak langsung diberi pakan. Sebaiknya puasakan benih selama sehari, setelah itu baru diberi pakan.
Bagi pembudidaya pemula, disarankan untuk menebar benih ukuran minimal 9-10 cm. Benih ukuran tersebut kondisinya relatif stabil dibandingkan dengan benih yang ukurannya yang masih kecil.
3. Pemberian Pakan
Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan skala usaha pada kolam. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3-4 persen berat biomasa/hari. Bila susah menghitung jumlah pakan yang diberikan, pemberian pakan juga bisa dilakukan secara ad liibitum, yaitu pemberiannya dilakukan secara bertahap dalam jumlah banyak dan baru dihentikan setelah 25 persen dari ikan yang ada telah meninggalkan tempat pemberian pakan. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar ikan sudah mulai kenyang.
Patokan dalam pemberian pakan bisa didasarkan pada konversi pakan. Sebagai contoh, konversi pakan pada pembesaran lele Sangkuriang adalah 0,8—1. Artinya, setiap 0,8— kilogram pakan yang dihabiskan akan menambah bobot ikan sebanyak 1 kilogram. Jadi, bila jumlah tebar lele sebanyak 10.000 ekor dengan target produksi ikan konsumsi ukuran 9—10 ekor/kilogram maka pakan yang harus disediakan sekitar 1.000 kilogram.
Setiap pergantian jenis atau ukuran pakan yang berbeda dilakukan secara bertahap. Caranya adalah pakan lama dengan apakan perngganti dicampur. Tujuannya agar ikan dapat beradaptasi terhadap pakan dengan jenis atau ukuran yang berbeda. Ukuran pakan ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran bukaan mulut ikan. Semakin besar ukuran tubuh ikan dan bukaan mulutnya, semakin besar ukuran pakan.
Pakan yang diberikan berupa pakan buatan berbentuk pelet. Ukuran pertikel pakan yang diberikan harus disesuaikan dengan ukuran ikan atau secara umum pakan tersebut harus dapat ditelan oleh ikan. Partikel pakan yang terlalu besar susah dicerna oleh ikan. Sebaliknya, pakan yang terlalu kecil akan mengakibatkan aktivitas ikan lebih banyak, sedangkan energi untuk pertumbuhan hanya sedikit.
Waktu dan jumlah pemberian pakan harus disesuaikan dengan sifat hidup lele. Lele aktif di malam hari sehingga pemberian pakan sebaiknya menjelang sore dan malam. Adapun persentase pemberian pakan, yaitu 20 persen pagi hari, 10 persen siang hari, 20 persen sore hari, dan 50 persen malam hari.
Frekuensi pemberian pakan pada pembesaran lele dilakukan 3—4 kali sehari. Sebagai contoh, pemberian pakan pada pagi hari pukul 07.00, siang hari pukul 12.00, sore hari pukul 17.00 dan malam hari pukul 21.00. Namun, sebagai gambaran, jarak waktu pemberian pakan yang satu dengan pemberian pakan berikutnya sekitar empat jam karena biasanya ikan kembali lapar setiap 3—4 jam setelah makan terakhir.
4. Pengontrolan Air
Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan pada usaha yang sedang dijalankan, pengontrolan terhadap kondisi kolam dan air kolam, baik kualitas maupun kuantitas harus dilakukan. Ikan akan tumbuh maksimal jika kondisi air sebagai tempat hidupnya mendukung untuk pertumbuhannya. Pengontrolan air yang dilakukan bertujuan untuk menyediakan lingkungan tumbuh yang optimal sehingga pertumbuhan ikan maksimal.
Prinsip pengelolaan air pada dasarnya adalah mengganti air kolam yang sudah kotor akibat sisa pakan yang menumpuk di dasar kolam dan kotoran ikan dengan air yang baru yang mengandung banyak oksigen. Penggantian air kolam dilakukan secara berkala, yaitu 2—3 minggu jika kualitas air dirasa sudah mulai menurun. Caranya, air yang sudah kotor dikeluarkan 30—50 persen bagian dan diisi dengan air baru. Air yang dikeluarkan adalah air di bagian dasar kolam yang berisi kotoran dan sisa-sisa pakan yang membusuk.
Selain proses penggantian air, proses penambahan air juga perlu dilakukan. Bila ketinggian aiar kolam terlihat berkurang, berarti ada bocoran pada pematang kolam (kolam tanah) dan harus segera diperbaiki agar ketinggian air dapat dipertahankan. Air yang masuk ke kolam harus kontinu dengan debit air sekitar 0,25—0,50/detik. Kontinuitas aliran air ini berfungsi untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan terutama di musim kemarau (kolam terpal) atau rembesan (kolam tanah).
Kiat Menjaga Kualitas Air PemeliharaanUntuk menjaga kualitas air pemeliharaan, bisa dengan menggunakan pupuk higienis. Pupuk tersebut bisa disebut probiotik karena berfungsi untuk menjaga kualitas air, menumbuhkan pakan alami, serta menghilangkan aroma air yang tidak sedap. Pupuk higienis tersebut dari ¼ kilogram dedak halus dan 5 gram ragi roti.
Berikut ini adalah cara pembuatan pupuk Higienis:
1. Siapkan dedak halus sebanyak ½ kilogram atau dedak kasar 1 kilogram2. Campurkan ragi roti sebanyak 1 sendok teh ke dalam dedak
3. Campurkan 5 gelas air sedikit hingga sedikit, aduk hingga rata
4. Pastikan adonan tidak terlalu cari atau terlalu padat
5. Diamkan campuran bahan selama 10—12 jam agar terfermentasi. Jika sudah terfermentasi, aromanya mirip aroma tape
6. Tambahkan air sebanyak 10 gelas ke dalam campuran
7. Jika memakai dedak kasar harus disaring, tetapi jika dedak halus tidak perlu disaring
8. Masukkan pupuk ke dalam botol agar mudah diaplikasikan. Dosis ini untuk 10 meter kubik air.
Aplikasi Pupuk Higienis
Semprotkan pupuk higienis sesuai dosis anjuran. Sebelumnya, air kolam bagian dasar sudah dibuang sebanyak ½ bagian dan diisi kembali hingga ketinggian semula. Air akan kembali segar setelah 2-4 jam. Pemupukan susulan dilakukan tiga hari sekali dengan dosis setengah dari dosis yang dianjurkan. Dalam waktu sehari, air sudah kembali berwarna hijau.