Naskah Khutbah Jumat Penyejuk Hati - Tempat-Tempat Menahan Lidah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُ هُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرَوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيَّءَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ 

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااتَّقُوااللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 


يَاأَيُّهَاالنَاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسِ وَاحِدَةٍ وَاخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَشِيْرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوْا اللّٰهَ الَذِي تَسَاءَ لُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا تَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمَّابَعْدُ


Hadirin, yang Dirahmati Allah

Marilah kita bersyukur kepada Allah Swt., yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga dapat menghadiri panggilan Allah pada siang ini, yaitu melaksanakan salat Jumat yang merupakan sebagian kecil kewajiban yang harus kita lakukan. Shawalat dan salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., selaku Rasul Allah yang telah berjuang untuk menyelamatkan hidup manusia di dunia ini yang berpedoman pada Alquran dan Sunnahnya.

Hadiri, Sidang Jumat yang Dirahmati Allah

Imam Sya’bi heran melihat salah seorang muridnya diam saja setelah lama diberi pelajaran. Lalu dia menanyakan dan dijawab oleh muridnya, “Aku diam aku selamat, aku mendengar maka aku tahu. Sesungguhnya manusia itu mempunyai bagian masing-masing. Di telinganya bagian itu untuknya, di lidahnya bagian itu untuk orang lain.”

Syair Arab menyatakan, “Seseorang tertimpa celaka karena terpeleset lidahnya, dan tidaklah ia kena bahaya karena terpeleset kakinya. Bila terpeleset karena perkataan bisa saja ia kehilangan kepalanya, tetapi terpeleset hanya kakinya, ia akan sembuh kembali dalam waktu singkat.” (Syair Ibnu Asyikit)

Seorang Sufi berkata, “Manusia yang paling sering tertimpa bahaya dan paling banyak dapat kesusahan adalah lidah yang lepas dan hati yang tertutup. Ia tidak dapat berdiam diri, dan kalau berkata tidak bisa yang baik-baik.”

Lidah adalah senjata manusia untuk berbicara menyampaikan maksud dalam bentuk bahasa. Dengan kemahiran lisan, seseorang dapat terangkat derajatnya di masyarakat, karena mampu menyalurkan maksud serta jeritan hati umat.
 
Dengan lidah, dakwah dapat dilakukan. Bahkan, sampai kepada propaganda dan obral barang di pasar. Efek positif memang banyak, tetapi banyak pula segi negatifnya. Akibat lidah tidak terjaga, ada orang terlempar jauh dari masyarakat sampai terbenam ke penjara.

Ada beberapa tempat yang mengharuskan kita untuk menahan lidah, walaupun ketika itu ada hal baik yang harus diucapkan. Waktu dan tempat menahan lidah itu adalah:

Saat Khatib Membaca Khutbah

Ketika khatib menyampaikan khutbah maka tidaklah dibenarkan jemaah untuk berbicara meskipun untuk kebaikan. Kehadiran seseorang dalam ibdah salat Jumat adalah untuk menerima pesan-pesan, wasiat, dan nasihat.
 
Tidak dibenarkan untuk berbicara saat sang khatib menyampaikan pesan-pesan takwa. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Apabila kamu mendengar imammu sedang berkhutbah, maka tenanglah sampai ia selesai.”

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga dinyatakan, “Di Waktu Imam berkhutbah, jika engkau berkata kepada sahabtmu “Diam”, maka sesungguhnya engkau telah berbuat sia-sia.

Meskipun saat khatib menyampaikan khutbahnya ada yang keliru ataupun salah, maka tidak boleh kita menyampaikan interupsi untuk membenarkannya. Sabarlah setelah salat Jumat dilaksanakan, barulah hal itu didiskusikan kembali.

Ketika Sedang Salat

Salat membutuhkan konsentrasi yang utuh agar ibadah yang dilakukan bernilai pahala di sisi Allah. Tidak dibenarkan seseorang berbicara dalam salat. Kecuali, ketika imam melakukan kesalahan dalam membaca ayat atau keliru gerakan yang dilakukan. Itupun hanya sebatas ucapan “Subhanallah,” bagi jamaah lelaki yang mengetahuinya, sedangkan wanita boleh menegur dengan cara menepuk punggung tangannya.

Saat Orang Membaca Alquran

Ketika Alquran dibacakan, seorang muslim disunnahkan untuk menyimak dengan penuh perhatian. Meskipun ayat yang dibacakan dia tidak tahu artinya. Siapapun yang mendengarkan bacaan Alquran akan mendapat pahala dan berkah dari Allah. Allah Swt., berfirman dalam Alquran Surat Al-A’raf ayat 204, yang artinya:

Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

Dua hal diperintahkan kepada kita ketika Alquran dibacakan yaitu dengarkan dengan baik, karena Alquran adalah kitab suci yang diturunkan dari Allah, yang berupa firman-Nya. Seolah-olah firman itu dibacakan untuk kita, maka dengarkanlah. Selain itu, kita juga dituntut untuk memerhatikan karena dari ayat-ayat yang dibacakan tersebut mengandung berita gembira, peringatan, maupun azab, semuanya untuk jadi renungan.

Ketika Doa Dibacakan

Salah satu tuntunan berdoa adalah mendengarkan doa tersebut dibacakan oleh imam. Sekalipun doa itu dalam bahasa Arab, yang bagi sebagian besar masyarakat muslim awam tidak tahu artinya, ataupun dalam bahasa Indonesia. Doa yang tidak diperhatikan tentu mustahil dikabulkan. Membaca doa hendaknya dengan lemah lembut dan merendahkan suaranya. Janganlah ada yang berbicara ketika doa sedang dipanjatkan. Allah Swt., berfirman:

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al-A’raf [7]: 55)

Ketika Adzan Dikumandangkan

Tanda masuk waktu salat selain bedug berbunyi, juga diikuti dengan kumandang adzan. Selayaknya bila adzan berkumandang, agar dijawab setelah muadzin mengumandangkannya. Rasulullah ketika masuk waktu salat dan adzan dikumandangkan oleh Bilal bin Rabah, beliau tidak bicara apapun. Bahkan, menurut Aisyah saat itu, Nabi tidak mau tahu dengan keadaan di sekelilingnya. Beliau langsung berwudhu dan pergi ke Masjid untuk melaksanakan salat.

Ketika Menerima Pelajaran

Agar pelajaran bisa diterima dengan baik, maka salah satunya adalah mendengarkan dari narasumbernya, tanpa banyak bicara. Salah satu syarat dalam menuntut ilmu adalah tidak banyak bertanya selama pelajaran sedang berlangsung, apalagi belum dijelaskan maksud dari pelajaran itu. Hal ini dicontohkan oleh Nabi Musa ketika belajar dari Nabi Khidir:

Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai Aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Qs. Al-Kahfi [18]: 70)

Pelajaran yang dimaksud bisa saja saat belajar di sekolah, mendengarkan ceramah di masjid, sedang berdiskusi tentang pengetahuan tertentu, sehingga informasi yang dibutuhkan dapat diterima dengan baik.

Ketika Berdialog

Berdialog dengan siapapun seharusnya terjadi dialog yang sehat, yaitu saling mendengarkan pembiacaraan lawan secara fokus. Tidak saling menyela dan berebut pembicaraan. Jika hal ini terjadi, kita akan sulit menerima informasi penting dari lawan bicara. Ketika berdialog dengan orang-orang kafir Quraisy, Rasulullah mendengarkan pembicaraan itu dengan baik, meskipun banyak caci maki dan penghinaan kepada Beliau.

Setelah lawan bicara selesai, barulah Beliau menyampaikan pembicaraan penting, yaitu berdakwah kepada orang-orang kafir Quraisy tersebut. Karena sebelumnya Nabi menghargai mereka, maka mereka pun akan merasa tidak enak jika tidak mendengarkan pembicaraannya.

Para Shalfaus Shaleh pun sangat berhati-hati ketika berbicara. Umar bin Khathab menjelaskan makna nasihat Rasulullah kepada Muadz ini dengan ungkapan yang tepat, “Barangsiapa yang banyak bicara, banyaklah terpelesetnya, dan barangsiapa banyak terpelesetnya, banyaklah dosanya, dan barangsiapa yang banyak dosanya nerakalah yang paling patut baginya.

Ketika Tidak Bisa Bicara yang Baik

Seorang muslim diharapkan untuk berbicara dengan baik kepada siapapun. Sehingga dalam pembicaraannya, dapat memberikan nilai lebih kepada orang lain. Namun, apabila tidak mampu berbicara dengan baik, maka sebaiknya diam saja. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berbicara yang baik atau lebih baik diam.

Bahkan, seandainya dia diganggu oleh orang-orang jahil dengan caci maki dan kata-kata tidak layak, maka dia tidak akan membalas kecuali dengan kata-kata yang mengandung kesejukan dan keselamatan. Allah Swt., berfirman:

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Qs. Al-Furqan [25]: 63)

Kesempurnaan iman seseorang dapat dilihat dari perkataannya yang bermanfaat. Pantang baginya untuk berbicara atau mendengarkan pembicaraan yang tiada manfaatnya.

Hadirin, Sidang Jumat yang Dirahmati Allah

Sebuah pepatah sering kita dengar, “Mulutmu harimaumu yang akan menerkam dirimu sendiri.” Maksudnya dengan lisannya sendiri seseorang akan binasa bila tidak berhati-hati dalam mengendalikannya.

Bila perkataan benar dan bermanfaat, tentu ia akan selamat di dunia akhirat. Namun, bila ucapannya itu menyesatkan atau tidak ada faedahnya, ia akan tersesat pada kenistaan disebabkan ucapannya itu. Untuk itu, berhati-hatilah menempatkan fungsi lidah.

أُقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَعْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.